Pagi ini
perasaanku tak menentu,jantung ku berdebar kencang sekali. Kampus juga masih
terasa senggang, karena kali ini aku berangkat memang pagi sekali. Kebetulan
ada buku yang harus aku cari di perpustakaan.
Namun fikiranku
serasa melayang,aku tak focus hari ini. Ada
hal apa yang menggangguku pagi ini tak nyaman sekali.
Perpustakaan
masih sepuluh meter lagi di depanku tapi
berat sekali rasanya kaki ini melangkah. Seperti terantai,kaku dan dingin
sekali. Ku hiraukan hal sangat mengganggu ku itu ku percepat langkah kaki ku
agar segera tiba di perpus.
Sambil memilah
buku yang aku perlukan di rak sembari kulihat juga telepon genggam yang selalu
kubawa dan masih berharap seseorang yang ada di hatiku memberi kabar. Hmmm tapi
nihil. Buku yang aku cari sudah ada di tangan segera saja aku mengambil posisi
untuk segera melengkapi tugasku sebagai mahasiswi di salah satu Universitas kota hujan ini.
Tiga puluh menit
berlalu, tiba-tiba saja Vino datang mengagetkanku. Hampir saja jantungku copot
karenanya.
“woy”
sapanya yang kurasa tak enak jika ia berada di tempat seperti ini
“ih apaan sih lo, gila
banget. Ini perpus bukan kebun binatang” kataku cetus karena kaget akibat
ulahnya.
“makanya jangan ribut”
timpalnya
“elo yang ribut” nadaku makin
kesal
“haha jangan manyun dong,
lagi apa sih?” tanyanya sambil duduk di sampingku.
“biasa ada tugas. Lo ngapain
disini,orang kaya lo ada hal apa yang membuat lo tergugah kesini?”
“hahahahahahaha”
tawanya kencang
“eh….ssstt diem lo, lo kira
ini kantin” kataku sambil melihat sekeliling isi perpus dan banyak pasang mata
yang tertuju pada kami. Ah si Vino ini bikin malu aja sih
“oopppssss…maaf maaf” katanya
sambil memangguk-mangguk pada setiap pasang mata yang melihat kami tadi. Aku
hanya melihatnya dan segera ku ambil tasku beserta buku dan beranjak pergi
meninggalkan si kudel itu. Vino adalah mahkluk aneh yang menggangguku hampir
setiap hari. Kampus selebar ini kenapa aku yang jadi sasarannya. Si alien itu
memang sangat aneh,hanya saat jam pelajaran saja aku terbebas dari jailannya
karena kami tak sekelas. Bagaimana jadinya jika aku sekelas dengannya bisa
terbelah dua duniaku “Oh astaga” keluhku. Namun walaupun begitu ia adalah sosok
yang lucu dan baik hanya saja itu tak mengalahkan kejailannya tetap saja si
kudel itu suka bikin onar.
“Win…….” Seseorang
memanggilku dari belakang. Hmm ternyata si kudel itu. Dengan rambut kribonya
dengan mini headphone yang selalu menggantung di lehernya dan mp3 player di
saku celananya. Celana jeans warna hitam,baju kemeja yang tak di kancing dengan
dalaman kaos putih juga sepatu kets dan tas samping yang entah apa isinya.
Ternyata ia menguntitku.
“apaan sih kudel, lo ganggu
mulu deh” kataku yang sembari berhenti menghadapnya.
“ah
elo nih, gue ada informasi penting nih”
“halah sepenting apa sih?”
sembari kuberjalan menjauhinya,rasanya ingin cepat-cepat aku masuk kelas. Tapi
tetap saja ia menguntitku.
“ini penting banget”
“gue ga mau denger kudel”
“lo liat gue dulu sebentar”
“gue ga sempet”
“kenapa?” tanyanya penuh
penasaran
“banyak Tanya ya lo”
“Sebentar aja kali win”
“ga bisa kudel,bentar lagi
gue ada kelas, sorry deh” aku yang semakin berlalu darinya dan ia terhenti dari
langkah kakinya, aku menoleh kepala ku sedikit untuk memastikan ia masih
mengikutiku lagi atau tidak,oh syukurlah ia tak menguntit ku lagi.
“ini soal Bara” katanya
sedikit menjerit karena ia berjarak beberapa meter di belakangku. Langsung
terhenti langkahku karena mendengar nama itu. Nama yang selalu ada di hatiku,
sejak setahun yang lalu ia tak pernah memberiku kabar. Sebenarnya apa yang
terjadi karena aku dan ia tak ada masalah apa mungkin karena kami beda Negara
sekarang sehingga ia jenuh. Dua tahun yang lalu komunikasiku masih
lancar-lancar saja walaupun ia bersekolah di negeri kanguru itu. Sejak setahun
yang lalu itu juga aku tak bisa menghubunginya. Keluarganya juga sudah keluar
dari pulau Jawa ini, dan pada akhirnya aku menyerah karena nomor telepon yang
ia gunakan saat menghubungiku di Indonesia sudah tak lagi aktif. Ia
mugkin sudah tak mengannggapku lagi. Kesetiaan ini ternyata di balas dusta, aku
hanya ingin ia tau bahwa aku dan hatiku hanyalah miliknya betapa teganya ia
menghancurkan aku dengan cara bodoh seperti ini. Tak sadar air mataku menetes.
“gue ga mau lagi denger nama
itu” jawabku hambar dan melemah seketika lalu ku tinggalkan vino tanpa
memperdulikannya. Aku tak sedikitpun menggubrisnya, kubiarkan ia
berteriak-teriak seperti orang gila dan entah apa yang di bilangnya, tak jelas.
Dengan mataku yang sayu,badan melamah,dan mata berkaca-kaca, aku memasuki
kelasku dengan mood yang berantakan seperti ini. Dikelas tak ada sepatah
katapun yang keluar, pelajaran dari dosen hanya kurekam via handphone milikku.
Aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini.
***
Jam
menunjukkan pukul 12.30, sepertinya aku ingin pulang cepat. Agar tak bertemu
lagi dengan si kribo itu dan menceritakan hal-hal aneh tentang Bara.
“Win…………” seru seorang dari
belakangku yang melihatku baru keluar dari kelas,yang tak lain adalah selly
sahabatku. Dia adalah teman lamaku sejak SMP dia sangat mengerti tentangku. Dia
cantik, memiliki postur tubuh yang semampai, kulitnya bersih, rambutnya hitam
sebahu dengan dagu yang rucing,mata bulat dan hidung mancung serta perawakan
yang dibilang ideal membuat banyak laki-laki di kampus tertarik padanya belum
lagi sikap nya yang sopan dan ramah semakin mempercantik sosok sahabatku yang
satu ini.
“iya
sell” sambil menoleh kearahnya yang mendekatiku
“mau kemana?” tanyanya
“mau pulang deh, lemes
banget”
“lo sakit atau ada masalah?”
“engga sih, Cuma pengen aja
pulang”
“lo inget Bara ya?”
kata-katanya membuatku semakin pusing dengan nafas panjang aku mulai
melangkahkan kaki dan Selly mengikuti.
“Win…
gue salah ya, maaf ya” pintanya
“enggalah” sambil
merangkulnya dan tersenyum lebar
“sahabat
sebaik lo masa gue marah Cuma lo Tanya gitu”
“trus?”
“ya…
gue ga mau aja bahas kan
gue mau pulang” jawabku ringan
“kalo gitu gue ikut pulang”
“lah.. bukannya lo masih ada
kelas?” tanyaku
“tapi gue bete, uda ah pulang
aja yuk” ajaknya yang sembari menarik tanganku dan berjalan lebih cepat dari
sebelumnya. Dan canda tawa serta ejek-ejekkan berpagut antara kami, ya sedikit
meringankan beban fikiranku.
Setelah
keluar kampus mengendarai mobil Selly,aku kembali merenung mengingat akan Bara
dan Bara, karenanya aku belum bisa menerima siapapun selain dirinya,karena aku
yakin ia akan pulang dan menemuiku, setidaknya aku ingin merasakan kemesraan di
pantai yang dulu menjadi saksi bisu antara aku dan Bara.
“Win…win…wina”
seruan itu mengejutkan ku
“aa,ehhh……hmmm kenapa sell?”
kata-kataku yang terbata akibat tak terlalu mendengar panggilannya.
“kan kan
ngelamun lo ya? Kenapa sih win? Cerita dong”
“cerita apaan? Gue ga
kenapa-kenapa kok” jawabku memekik berusaha menyembunyikan perasaan kacau ku di
depannya.
“sok ketawa lo, eh kemana
kita nih kalau langsung pulang kayanya ga seru deh. Gimana kalau ke Mall?”
ajaknya
“ah males ahhh..”
“ayolah
win, biasanya juga lo seneng gue ajak ke mall”
“kalau hari ini gue lagi
males”
“ah lo gitu banget sih, ayo
dong” rengeknya sembari mencolek-colek lenganku
“ih lo genit banget sih”
“makanya ayoooo” pintanya
sekali lagi
“hmmm.. gimana ya?”
“ah sekarang kan yang nyetir gue,nah
lo tinggal gue bawa aja. Gampang hahahaha” katanya dengan tawa yang khas itu
“hahaha
dasar lo”
Sesampai
nya di Mall tak mungkin rasanya jika aku bermood yang tak sedap,kunikmati saja
momen ini bersama Selly. Dengan belanja,makan,dan keliling-keliling atau
menjajaki game zone sekiranya bisa mencairkan Susana hatiku yang beku sejak
pagi tadi. Ada
kalanya jika hal ini sudah jelas akan ku ceritakan pada Selly. Aku tak mau
membuatnya khawatir karena sikapku yang tak jelas ini.
***
Malam
hampir tiba,senja pun menghias langit di sudut kota. Lampu-lampu sudah menyala di perkotaan
ini. Jalanan mulai padat,suara klakson mobil dan motor saling berpagutan.
Terasa bising sekali. Selly masih focus pada setir dan jalanan aku yang sedikit
jengkel karena jalanan yang begitu ramai menyetel lagu Love you like a love
song miliknya cewe imut Selena Gomez.
Tepat pukul tujuh malam aku tiba di
rumah, segera saja aku turun dari mobil Selly
“Sell, thanks ya” kataku
sembari ku bungkukkan sedikit badanku agar terlihat selly yang di dalam mobil
“haha thanks juga win, buru
mandi ya lo”
“sip! Hati-hati lo ya” pesan
ku pada nya
“okay, byeeee” katanya sambil
menginjak gas dan melaju meninggalkan ku.
***
Ku
baringkan tubuhku yang di balut baju tidur berenda hijau dan putih dikamar
setelah selesai mandi. Karena seharian aku beraktivitas. Ingin rasanya aku
cepat-cepat terlelap namun kenapa aku teringat akan Bara dan Bara lagi.
Bukankah ia sudah tak peduli denganku. Apa kabarnya ia disana setelah setahun
yang lalu ia mengirimkan kado dan ucapan ulang tahun untukku ia tak lagi
muncul,ia seperti tertelan bumi. Tetes air mataku meluncur di pipiku sembariku
lihat foto aku dengannya di dekat lampu hias sebelah tempat tidurku. Dan kenapa
Vino ingin menceritakan soal Bara. Kalau Bara ada lantas mengapa ia tak
menemuiku. Aku menantinya selama ini. Foto yang terpampang itu mengingatkan ku
saat kami di pantai. Ia meluapkan semua kerinduan dan betapa mesranya saat itu,
ia bilang padaku “Aku akan tetap menyanyangimu dimanapun aku berada dan jika
aku jauh jaga hatimu untukku dengan kesetiaan. Karena seberat apapun cinta kita
tak akan pernah padam walau sekalipun jarak memisahkan kita. Aku sangat
menyanyangimu Wina” ungkapnya panjang untukku “Dan berjanji jika salah satu di
antara kita tersakiti jangan biarkan pertengkaran yang meracuni, tapi peluklah
aku dan tentramkan hatiku” pintaku saat itu. Lalu ia mengangguk pertanda ia
mengiyakan kata-kataku dan mengecup keningku dan bibirku berpagutan dengannya
terasa nyaman sekali aku dalam dekapnya, sunset pun seolah tersungging dan tersenyum manis
dan membentang warna kuningnya di sebrang lautan sana bak karpet membentang. Ingatan itu masih
begitu tajam di fikiranku, aku tak bisa melupakannya begitu saja empat tahun
bukanlah waktu yang singkat. Kerinduan ini begitu menusukku,meracuni dan
mengerogoti perlahan-lahan. Oh Tuhan pertemukan aku dengan pujaan hatiku.
Bersambung…………….