Minggu, 02 September 2012

Sunset Kenangan Part I by Ocha^^



Pagi ini perasaanku tak menentu,jantung ku berdebar kencang sekali. Kampus juga masih terasa senggang, karena kali ini aku berangkat memang pagi sekali. Kebetulan ada buku yang harus aku cari di perpustakaan.
Namun fikiranku serasa melayang,aku tak focus hari ini. Ada hal apa yang menggangguku pagi ini tak nyaman sekali.
Perpustakaan masih  sepuluh meter lagi di depanku tapi berat sekali rasanya kaki ini melangkah. Seperti terantai,kaku dan dingin sekali. Ku hiraukan hal sangat mengganggu ku itu ku percepat langkah kaki ku agar segera tiba di perpus.
Sambil memilah buku yang aku perlukan di rak sembari kulihat juga telepon genggam yang selalu kubawa dan masih berharap seseorang yang ada di hatiku memberi kabar. Hmmm tapi nihil. Buku yang aku cari sudah ada di tangan segera saja aku mengambil posisi untuk segera melengkapi tugasku sebagai mahasiswi di salah satu Universitas kota hujan ini.
Tiga puluh menit berlalu, tiba-tiba saja Vino datang mengagetkanku. Hampir saja jantungku copot karenanya.
                   “woy” sapanya yang kurasa tak enak jika ia berada di tempat seperti ini
                   “ih apaan sih lo, gila banget. Ini perpus bukan kebun binatang” kataku cetus karena kaget akibat ulahnya.
                   “makanya jangan ribut” timpalnya
                   “elo yang ribut” nadaku makin kesal
                   “haha jangan manyun dong, lagi apa sih?” tanyanya sambil duduk di sampingku.
                   “biasa ada tugas. Lo ngapain disini,orang kaya lo ada hal apa yang membuat lo tergugah kesini?”
                   “hahahahahahaha” tawanya kencang
                   “eh….ssstt diem lo, lo kira ini kantin” kataku sambil melihat sekeliling isi perpus dan banyak pasang mata yang tertuju pada kami. Ah si Vino ini bikin malu aja sih
                   “oopppssss…maaf maaf” katanya sambil memangguk-mangguk pada setiap pasang mata yang melihat kami tadi. Aku hanya melihatnya dan segera ku ambil tasku beserta buku dan beranjak pergi meninggalkan si kudel itu. Vino adalah mahkluk aneh yang menggangguku hampir setiap hari. Kampus selebar ini kenapa aku yang jadi sasarannya. Si alien itu memang sangat aneh,hanya saat jam pelajaran saja aku terbebas dari jailannya karena kami tak sekelas. Bagaimana jadinya jika aku sekelas dengannya bisa terbelah dua duniaku “Oh astaga” keluhku. Namun walaupun begitu ia adalah sosok yang lucu dan baik hanya saja itu tak mengalahkan kejailannya tetap saja si kudel itu suka bikin onar.
                   “Win…….” Seseorang memanggilku dari belakang. Hmm ternyata si kudel itu. Dengan rambut kribonya dengan mini headphone yang selalu menggantung di lehernya dan mp3 player di saku celananya. Celana jeans warna hitam,baju kemeja yang tak di kancing dengan dalaman kaos putih juga sepatu kets dan tas samping yang entah apa isinya. Ternyata ia menguntitku.
                   “apaan sih kudel, lo ganggu mulu deh” kataku yang sembari berhenti menghadapnya.
                   “ah elo nih, gue ada informasi penting nih”
                   “halah sepenting apa sih?” sembari kuberjalan menjauhinya,rasanya ingin cepat-cepat aku masuk kelas. Tapi tetap saja ia menguntitku.
                   “ini penting banget”
                   “gue ga mau denger kudel”
                   “lo liat gue dulu sebentar”
                   “gue ga sempet”
                   “kenapa?” tanyanya penuh penasaran
                   “banyak Tanya ya lo”
                   “Sebentar aja kali win”
                   “ga bisa kudel,bentar lagi gue ada kelas, sorry deh” aku yang semakin berlalu darinya dan ia terhenti dari langkah kakinya, aku menoleh kepala ku sedikit untuk memastikan ia masih mengikutiku lagi atau tidak,oh syukurlah ia tak menguntit ku lagi.
                   “ini soal Bara” katanya sedikit menjerit karena ia berjarak beberapa meter di belakangku. Langsung terhenti langkahku karena mendengar nama itu. Nama yang selalu ada di hatiku, sejak setahun yang lalu ia tak pernah memberiku kabar. Sebenarnya apa yang terjadi karena aku dan ia tak ada masalah apa mungkin karena kami beda Negara sekarang sehingga ia jenuh. Dua tahun yang lalu komunikasiku masih lancar-lancar saja walaupun ia bersekolah di negeri kanguru itu. Sejak setahun yang lalu itu juga aku tak bisa menghubunginya. Keluarganya juga sudah keluar dari pulau Jawa ini, dan pada akhirnya aku menyerah karena nomor telepon yang ia gunakan saat menghubungiku di Indonesia sudah tak lagi aktif. Ia mugkin sudah tak mengannggapku lagi. Kesetiaan ini ternyata di balas dusta, aku hanya ingin ia tau bahwa aku dan hatiku hanyalah miliknya betapa teganya ia menghancurkan aku dengan cara bodoh seperti ini. Tak sadar air mataku menetes.
                   “gue ga mau lagi denger nama itu” jawabku hambar dan melemah seketika lalu ku tinggalkan vino tanpa memperdulikannya. Aku tak sedikitpun menggubrisnya, kubiarkan ia berteriak-teriak seperti orang gila dan entah apa yang di bilangnya, tak jelas. Dengan mataku yang sayu,badan melamah,dan mata berkaca-kaca, aku memasuki kelasku dengan mood yang berantakan seperti ini. Dikelas tak ada sepatah katapun yang keluar, pelajaran dari dosen hanya kurekam via handphone milikku. Aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini.
***

Jam menunjukkan pukul 12.30, sepertinya aku ingin pulang cepat. Agar tak bertemu lagi dengan si kribo itu dan menceritakan hal-hal aneh tentang Bara.
                   “Win…………” seru seorang dari belakangku yang melihatku baru keluar dari kelas,yang tak lain adalah selly sahabatku. Dia adalah teman lamaku sejak SMP dia sangat mengerti tentangku. Dia cantik, memiliki postur tubuh yang semampai, kulitnya bersih, rambutnya hitam sebahu dengan dagu yang rucing,mata bulat dan hidung mancung serta perawakan yang dibilang ideal membuat banyak laki-laki di kampus tertarik padanya belum lagi sikap nya yang sopan dan ramah semakin mempercantik sosok sahabatku yang satu ini.
                   “iya sell” sambil menoleh kearahnya yang mendekatiku
                   “mau kemana?” tanyanya
                   “mau pulang deh, lemes banget”
                   “lo sakit atau ada masalah?”
                   “engga sih, Cuma pengen aja pulang”
                   “lo inget Bara ya?” kata-katanya membuatku semakin pusing dengan nafas panjang aku mulai melangkahkan kaki dan Selly mengikuti.
                   “Win… gue salah ya, maaf ya” pintanya
                   “enggalah” sambil merangkulnya dan tersenyum lebar
                   “sahabat sebaik lo masa gue marah Cuma lo Tanya gitu”
                   “trus?”
                   “ya… gue ga mau aja bahas kan gue mau pulang” jawabku ringan
                   “kalo gitu gue ikut pulang”
                   “lah.. bukannya lo masih ada kelas?” tanyaku
                   “tapi gue bete, uda ah pulang aja yuk” ajaknya yang sembari menarik tanganku dan berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Dan canda tawa serta ejek-ejekkan berpagut antara kami, ya sedikit meringankan beban fikiranku.

Setelah keluar kampus mengendarai mobil Selly,aku kembali merenung mengingat akan Bara dan Bara, karenanya aku belum bisa menerima siapapun selain dirinya,karena aku yakin ia akan pulang dan menemuiku, setidaknya aku ingin merasakan kemesraan di pantai yang dulu menjadi saksi bisu antara aku dan Bara.
                   “Win…win…wina” seruan itu mengejutkan ku
                   “aa,ehhh……hmmm kenapa sell?” kata-kataku yang terbata akibat tak terlalu mendengar panggilannya.
                   “kan kan ngelamun lo ya? Kenapa sih win? Cerita dong”
                   “cerita apaan? Gue ga kenapa-kenapa kok” jawabku memekik berusaha menyembunyikan perasaan kacau ku di depannya.
                   “sok ketawa lo, eh kemana kita nih kalau langsung pulang kayanya ga seru deh. Gimana kalau ke Mall?” ajaknya
                   “ah males ahhh..”
                   “ayolah win, biasanya juga lo seneng gue ajak ke mall”
                   “kalau hari ini gue lagi males”
                   “ah lo gitu banget sih, ayo dong” rengeknya sembari mencolek-colek lenganku
                   “ih lo genit banget sih”
                   “makanya ayoooo” pintanya sekali lagi
                   “hmmm.. gimana ya?”
                   “ah sekarang kan yang nyetir gue,nah lo tinggal gue bawa aja. Gampang hahahaha” katanya dengan tawa yang khas itu
                   “hahaha dasar lo”
Sesampai nya di Mall tak mungkin rasanya jika aku bermood yang tak sedap,kunikmati saja momen ini bersama Selly. Dengan belanja,makan,dan keliling-keliling atau menjajaki game zone sekiranya bisa mencairkan Susana hatiku yang beku sejak pagi tadi. Ada kalanya jika hal ini sudah jelas akan ku ceritakan pada Selly. Aku tak mau membuatnya khawatir karena sikapku yang tak jelas ini.
***
Malam hampir tiba,senja pun menghias langit di sudut kota. Lampu-lampu sudah menyala di perkotaan ini. Jalanan mulai padat,suara klakson mobil dan motor saling berpagutan. Terasa bising sekali. Selly masih focus pada setir dan jalanan aku yang sedikit jengkel karena jalanan yang begitu ramai menyetel lagu Love you like a love song miliknya cewe imut Selena Gomez.
Tepat pukul tujuh malam aku tiba di rumah, segera saja aku turun dari mobil Selly
                   “Sell, thanks ya” kataku sembari ku bungkukkan sedikit badanku agar terlihat selly yang di dalam mobil
                   “haha thanks juga win, buru mandi ya lo”
                   “sip! Hati-hati lo ya” pesan ku pada nya
                   “okay, byeeee” katanya sambil menginjak gas dan melaju meninggalkan ku.
***
Ku baringkan tubuhku yang di balut baju tidur berenda hijau dan putih dikamar setelah selesai mandi. Karena seharian aku beraktivitas. Ingin rasanya aku cepat-cepat terlelap namun kenapa aku teringat akan Bara dan Bara lagi. Bukankah ia sudah tak peduli denganku. Apa kabarnya ia disana setelah setahun yang lalu ia mengirimkan kado dan ucapan ulang tahun untukku ia tak lagi muncul,ia seperti tertelan bumi. Tetes air mataku meluncur di pipiku sembariku lihat foto aku dengannya di dekat lampu hias sebelah tempat tidurku. Dan kenapa Vino ingin menceritakan soal Bara. Kalau Bara ada lantas mengapa ia tak menemuiku. Aku menantinya selama ini. Foto yang terpampang itu mengingatkan ku saat kami di pantai. Ia meluapkan semua kerinduan dan betapa mesranya saat itu, ia bilang padaku “Aku akan tetap menyanyangimu dimanapun aku berada dan jika aku jauh jaga hatimu untukku dengan kesetiaan. Karena seberat apapun cinta kita tak akan pernah padam walau sekalipun jarak memisahkan kita. Aku sangat menyanyangimu Wina” ungkapnya panjang untukku “Dan berjanji jika salah satu di antara kita tersakiti jangan biarkan pertengkaran yang meracuni, tapi peluklah aku dan tentramkan hatiku” pintaku saat itu. Lalu ia mengangguk pertanda ia mengiyakan kata-kataku dan mengecup keningku dan bibirku berpagutan dengannya terasa nyaman sekali aku dalam dekapnya, sunset pun seolah tersungging dan tersenyum manis dan membentang warna kuningnya di sebrang lautan sana bak karpet membentang. Ingatan itu masih begitu tajam di fikiranku, aku tak bisa melupakannya begitu saja empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Kerinduan ini begitu menusukku,meracuni dan mengerogoti perlahan-lahan. Oh Tuhan pertemukan aku dengan pujaan hatiku.
Bersambung…………….